Partai Khmer Merah atau Khmer Rouge adalah sebuah gerakan militer berideologi komunis yang memerintah kamboja pada periode 1975 hingga 1979. Gerakan Khmer Merah yang di pimpin oleh Pol Pot memegang tampuk kekuasaan di Kamboja setelah menang dalam Perang Gerilya.

Khmer Merah di perkirakan di dirikan pada 1967, sebagai golongan militer dari Partai Komunis Kamboja/Kampuchea. Kekuasaan Khmer Merah atas Kamboja akhirnya di gulingkan pada 1979, setelah mendapat serangan dari pasukan Vietnam.

Berdirinya Khmer Merah

Gerakan komunis kamboja berawal dari Partai Revolusi Rakyat Khmer yang di bentuk pada 1951 di bawah naungan Viet Minh, sebuah Partai Kemerdekaan Vietnam. Para tokoh komunis kamboja, yang memiliki latar belakang pendidikan di Perancis, kemudian menamainya dengan Partai Komunis Kampuchea.

Di awal berdirinya tersebut, Partai Komunis Kampuchea terlibat dalam gerakan melawan pemerintahan Kamboja yang di pimpin oleh Pangeran Norodom Sihanouk. Partai Komunis Kampuchea melakukan perlawanan terhadap pemerintah Kamboja dengan cara bergerilya.

Namun, perlawanan itu hanya membaut sedikit kemajuan dalam perang melawan Norodom Sihanouk.

Menguasai Kamboja

Rezim pemerintahan Norodom Sihanouk akhirnya di gulingkan oleh militer sayap kanan pada 1970. Setelah itu, Gerakan Komunis Kamboja, yang di wakili Khmer Merah, berbalik mendukung Norodom Sihanouk setelah di gulingkan.

Selain itu, Amerika Serikat juga terlibat dalam konflik politik di Kamboja dengan melakukan pengeboman besar-besaran. Pihak yang menggulingkan Norodom Sihanouk, Lon Nol, kemudian mendirik Republik Khmer, yang pro terhadap Amerika Serikat.

Hal itu berakibat pada perang saudara kamboja yang akhirnya di menangkan oleh Khmer Merah. Khmer Merah menguasai Phnom Penh dan pemerintah kamboja di gulingkan pada 17 APril 1975. Pemimpin Khmer Merah, Pol Pot, kemudian di angkat menjadi kepala pemerintahan yang baru.

Genosida Khmer Merah

Setelah berhasil menguasai kamboja, Khmer Merah mengganti nama negara Kamboja menjadi Demokratik Kamboja. Dalam pemerintahannya, rezim khmer merah melaksanakan pemerintahan dengan cara otokratis, totaliter, xenofobia, paranoid, dan represif.

Dampaknya, banyak terjadi kematian akibat kebijakan rekayasa sosial rezim. Selain itu, di berlakukan kebijakan Maha Lout Ploh yang merupakan tiruan kebijakan Great Leap Forward China, yang menyebabkan kelaparan besar.

Setelah khmer merah berkuasa, kamboja di landa kelaparan besar yang pada akhirnya menyebabkan kematian ribuan orang. Rakyat pun mendesak kemandirian ekonomi serta penyediaan obat-obatan. Namun, rezim khmer merah justru membunuh ratusan ribu lawan politiknya dan menekankan kemurnian nasional lewat genosida minoritas kamboja.

Genosida ini dilaksanakan oleh pemerintah khmer merah pada 1975 hingga 1978, yang menyebabkan sekitar 1,5 juta hingga 2 juta korban jiwa.

Baca juga: https://www.suaramedia.com/sejarah-7-keajaiban-dunia-tak-ada-candi-borobudur/

Runtuhnya Rezim Khmer Merah

Pemerinahan khmer merah di kamboja runtuh pada 1979. Hal ini di karenakan pada tahun 1978, Vietnam menyerang kamboja untuk menggulingkan pemerintahan Khmer Merah. Pasukan Vietnam berusaha memasang pemerintahan boneka yang di topang oleh bantuan dan ahli dari Vietnam.

Khmer merah kemudian mundur ke beberapa daerah terpencil bahkan hingga ke Thailand dan melanjutkan gerilya. Khmer merah, yang masih melakukan gerilya hingga 1991, juga menentang perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Hukuman kader Khmer Merah

Pada 1995, kader Partai Khmer Merah yang bergerilya mendapatkan tawaran amnesti dari pemerintah kamboja. Kemudian pada 1996, Leng Sary, salah satu tokoh Khmer Merah, akhirnya mengambil tawaran amnesti pemerintah Kamboja, bersama dengan pasukan gerilyanya.

Pada 1997, pasukan partai khmer merah yang masih bergerilya mengalami kekacauan setelah Pol Pot di tangkap. Pol Pot sendiri tinggal di pedesaan Kamboja hingga 1997, ketika ia di adili atas kejahatannya terhadap negara. Namun, persidangan Pol Pot hanya sebatas formalitas, dan mantan diktator ini meninggal karena sakit saat menjadi tahanan rumah di kediamannya.

Pada Januari 2001, Pemerintah Kamboja membentuk pengadilan khmer merah untuk mengadili kepemimpinan Khmer Merah atas kejahatan kemanusiaan yang di lakukan semasa rezimnya berkuasa.

Persidangan di mulai pada 2009, tetapi hanya tiga orang yang di adili, salah satunya adalah Kaing Guek Eav, komandan penjara S21, yang di jatuhi hukuman penjara seumur hidup karena kejahatan kemanusiaan. Sebagian besar pendukung Partai Khmer Merah yang memiliki andil dalam Genosida Kambojatetap tidak mendapatkan hukuman.